Selamat Datang di Blog Dimas Rizki Darmawan KANK DIMAS: Oktober 2010 script src='http://kendhin.890m.com/blog/tabview.js' type='text/javascript'/>

Minggu, 24 Oktober 2010

HUBUNGAN LATAR BELAKANG GURU PENJAS TERHADAP PRESTASI ATLET

Oleh: Dimas Rizki Darmawan
photo facebook Angga Sucia umbara

Hakekat dari olahraga adalah aktivitas otot-otot besar yang menggunakan energi untuk meningkatkan kebugaran jasmani, “The big muscle activity” yang berarti suatu aktivitas yang melibatkan otot-otot besar. Matveyev (1981) yang dikutip oleh Lutan (1991:12) mengungkapkan bahwa: “Olahraga merupakan suatu kegiatan otot yang enerjik dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya dan kemauannya semaksimal mungkin”. Olahraga merupakan kegiatan yang cukup digemari oleh seluruh elemen masyarakat, dari mulai masyarakat pedesaan, masyarakat perkotaan, anak-anak hingga orang tua tentunya pernah melakukan olahraga, sehingga olahraga ini bisa disebut kegiatan yang tak mengenal status, umur dan waktu. Hal ini sesuai yang diungkapkan Supandi (1991:32) bahwa :

Olahraga merupakan kegiatan yang terbuka bagi semua orang sesuai dengan kemampuan, kesenangan dan kesempatan. Tanpa membedakan hak, status sosial, atau derajat dimasyarakat, olahraga dilakukan oleh berbagai unsur dari berbagai lapisan masyarakat seperti menteri, pegawai rendahan, pengusaha, buruh, angkatan bersenjata dan bahkan di kalangan orang cacat sekalipun.


Olahraga memiliki manfaat yang cukup besar bagi manusia yang melakukannya. Olahraga dapat menjadikan seseorang memiliki tubuh yang bugar, berprestasi, mempererat tali silaturahmi serta dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Undang-undang No 3 Tahun 2003 tentang Sistem Keolahragaan Nasional pasal 1 ayat 4 menjelaskan: “Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.”
Olahraga telah menunjukan kemajuan yang sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari beberapa bidang kegiatan dalam keolahragaan seperti olahraga kesehatan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi selalu berusaha meningkatkan suatu hasilnya. Olahraga telah dijadikan ajang kompetisi yang merupakan ajang pembuktian prestasi suatu bangsa, provinsi, kabupaten bahkan lembaga atau klub dalam memperebutkan sutu juara pada ajang pekan olahraga yang dipertandingkan. Sistem pembinaan, organisasi, sarana prasarana serta faktor-faktor yang menunjang terhadap suatu pencapaian prestasi terus ditingkatkan. Khususnya di Indonesia, pembinaan olahraga di usia dini hingga olahraga profesional terus dibina dan dikembangkan, dengan salah satu kegiatannya yaitu mengadakan kegiatan pekan olahraga pelajar, pekan olahraga nasional serta mengadakan kegiatan pekan olahraga yang bertarap internasional.
            Juara adalah harapan dan idaman bagi siapapun yang sedang melakukan kompetisi. Juara merupakan simbol pencapaian tertinggi dari setiap perjuangan yang harus dilewati, di tengah interaksi sosial, budaya dan masyarakat pencapaian tersebut merupakan prestasi atau supremasi yang dapat mengharumkan nama atlet, klub, daerah bahkan negara. Pencapaian seseorang menjadi juara tidaklah mudah. Seorang atlet dapat meraih juara dan berprestasi bukan semata-mata karena keajaiban dan keberuntungan saja, melainkan akumulasi dari beberapa faktor, antara lain meliputi faktor teknis, fisik, kekuatan mental (psikologi) yang akan memberikan kontribusi besar bagi atlet untuk berprestasi, selain itu juga pembinaan dan pencapaian prestasi olahraga tidak bisa lepas dari komponen pelaku (atlet), alat dan pembimbing (pelatih) yang tergabung dalam suatu kesatuan yang disebut tim. Seorang atlet tidak bisa berprestasi secara optimal tanpa adanya peran serta pelatih dan alat, begitupun sebaliknya seorang pelatih tidak akan memberikan kontribusi yang besar apabila tidak didukung dengan alat dan sikap atlet terhadap apa yang diberikan pelatihnya. Ketiga hal tersebut merupakan komponen yang sangat penting bagi ketercapaian suatu prestasi.
            Pembinaan prestasi usia dini dilakukan dengan berbagai kegiatan yang mengedepankan pembibitan seorang atlet. Sekolah-sekolah merupakan lembaga yang dapat ikut andil dalam pembibitan atlet olahraga sedini mungkin, dengan program pembelajaran olahraga yang dikembangkan dalam suatu rancangan pembelajaran di sekolah, disinyalir akan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan prestasi atlet.
            Peran guru pendidikan jasmani di sekolah memiliki multi fungsi dalam profesionalismenya, selain sebagai tenaga pendidik yang sasarannya hanya mencapai kebugaran siswa di sekolah, guru penjas cenderung memiliki fungsi sebagai pelatih suatu cabang olahraga yang nantinya dapat mencetak atlet-atlet pelajar yang berprestasi, dengan fungsinya sebagai pelatih olahraga di sekolah, guru penjas harus memiliki kemampuan manejerial dalam kapasitasnya sebagai pelatih olahraga. Pelatih adalah seseorang yang memberikan bimbingan bagi atlet-atlenya dalam suatu cabang olahraga. Pelatih harus dapat membina dan meningkatkan faktor kemampuan seorang atlet, baik itu kemampuan segi fisik, teknik, taktik, dan mental, selain itu juga seorang guru penjas dalam memberikan pelatihan harus dapat mencerminkan nilai-nilai positif dalam segala hal terhadap atletnya.
Pengembangan bidang olahraga prestasi telah menjadikan seorang guru penjas untuk terlibat dalam pembinaan atlet pelajar, bahkan seorang guru penjas dapat menjadi penentu tingkat keberhasilan pencapaian prestasi atlet, dengan demikian seorang guru penjas dituntut untuk memiliki kapasitas yang baik terhadap dukungan keilmuannya dalam melatih. Latar belakang tentang kepelatihan seorang guru penjas inilah merupakan modal untuk mengembangkan potensi atlet, sehingga si atlet dapat menerima dan memiliki motivasi yang tinggi dalam menerima segala bentuk latihan yang diberikan kepadanya.
Atlet akan memandang guru/ pelatihnya memiliki pengetahuan jika dia memiliki latar belakang yang cukup baik. Latar belakang di sini merupakan suatu keterangan informasi yang tersiar sebelumnya yang melandasi seseorang untuk melibatkan dirinya dalam melatih suatu cabang olahraga. Banyak faktor yang melatar belakangi seseorang guru penjas menjadi pelatih olahraga di sekolah, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya akan menyangkut tentang latar belakang pendidikan, pengalaman dan latar belakang pendidikan non formal yang merupakan pendidikan tambahan dalam kapasitasnya sebagai pelatih atlet pelajar, yang semuanya itu merupakan komponen yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam proses peningkatan prestasi atlet pelajar.
Kondisi saat ini tidak sedikit seorang guru penjas dengan berbagai latar belakangnya telah mampu menciptakan seorang atlet pelajar dalam menggapai suatu prestasi. Begitupun sebaliknya tak sedikit pula dengan berbagai latar belakang seorang guru penjas telah gagal atau belum bisa memberikan suatu peningkatan prestasi terhadap atletnya. Pencapaian prestasi seorang atlet pelajar dapat dibedakan antara atlet yang dididik oleh guru penjas yang berlatar belakang menunjang terhadap kepelatihan olahraga dan guru penjas yang berlatar belakang tidak menunjang terhadap kepelatihan olahraga.
Satu contoh di lapangan dalam suatu proses latihan, seorang atlet akan memiliki motivasi yang tinggi untuk berlatih apabila dia dibimbing oleh seorang guru/ pelatih penjas yang memiliki latar belakang jenjang pendidikan, pengalaman dan keabsahan sebagai seorang pelatih suatu cabang olahraga. Hal ini jauh berbeda dibanding dengan guru penjas yang memiliki latar belakang keolahragaan yang kurang mendukung terhadap kepelatihannya, sehingga dengan hal tersebut akan menunjang bagi tercapainya prestasi atlet. Seorang guru penjas memiliki latar belakang kepelatihan yang berbeda-beda dan hasil prestasi atletnya pun akan berbeda pula. 

SEKILAS CABANG OLAHRAGA

Aikido adalah salah satu seni beladiri asal Jepang yang diciptakan oleh Morihei Ueshiba berasal dari Daito Ryu AikiJujutsu. Daito Ryu AikiJujutsu diciptakan pada era modernisasi Jepang yang berlangsung sekitar tahun 1800-an. Beladiri ini merupakan kombinasi dari ilmu pedang Kenjutsu dan Jujutsu yang juga merupakan bentuk seni beladiri tradisional Jepang. Pengaruh Kenjutsu tampak dalam pengaturan gerakan gerakan atau langkah langkah kaki. Sedangkan pengaruh jujutsu tampak dalam penggunaan teknik kuncian dan lemparan.
Kata " aikido" berasal dari tiga huruf kanji: - ai - bergabung, menyelaraskan - ki - roh, hidup energi - do - jalan, jalan sempit Seni beladiri ini diciptakan dengan menekankan harmonisasi dan keselarasan antara energi ki(prana) individu dengan ki alam semesta. Aikido juga menekankan pada prinsip kelembutan dan bagaimana untuk mengasihi serta membimbing lawan. Prinsip ini diterapkan pada gerakan-gerakannya yang tidak menangkis serangan lawan atau melawan kekuatan dengan kekuatan tetapi "mengarahkan" serangan lawan untuk kemudian menaklukkan lawan tanpa ada niat untuk mencederai lawan. Berbeda dengan beladiri pada umumnya yang lebih mengutamakan pada latihan kekuatan fisik dan stamina, Aikido lebih mendasarkan latihannya pada penguasaan diri dan kesempurnaan teknik. Teknik teknik yang digunakan dalam Aikido kebanyakan berupa teknik elakan, kuncian, lemparan, bantingan. Sementara teknik teknik pukulan maupun tendangan dalam praktiknya jarang digunakan.Falsafah falsafah yang mendasari Aikido, yaitu kasih dan konsep mengenai ki inilah yang membuat Aikido menjadi suatu seni beladiri yang unik.
Dalam Aikido ini juga tidak mengenal sistem kompetisi atau pertandingan, seperti beladiri-beladiri lainnya. Namun sistem kompetisinya lebih bersifat embukai (peragaan teknik).
Sistem tingkatan yang harus dilalui oleh seorang praktisi Aikido hampir sama dengan yang digunakan oleh seni beladiri asal Jepang lainnya, yaitu sistem Kyu untuk tingkat dasar dan Shodan untuk tingkat mahir. Secara singkat, praktisi yang berada di tingkat kyu 6 sampai kyu 4 menggunakan tanda berupa sabuk yang berwarna putih. Sementara praktisi yang mencapai tingkatan kyu 3 sampai 1 menggunakan sabuk berwarna cokelat. Tingkatan selanjutnya adalah Shodan. Praktisi yang mencapai tingkatan ini ditandai dengan sabuk yang berwarna hitam serta aksesoris tambahan berupa celana panjang bernama Hakama. Celana seperti ini biasa dipakai oleh para samurai pada jaman dahulu.
Hingga saat ini Aikido juga banyak memiliki banyak cabang-cabang "teknik" atau "style" yang juga memperkaya teknik-teknik yang tidak meninggalkan teknik dasarnya. Misalnya aliran Nisyo yang lebih menekankan style teknik-tekniknya kepada padang (boken) dan tongkat/stik (jo). Juga aliran Iwama yang lebih menekankan teknik-tekniknya kepada kecepatan dalam mengatasi serangan lawan (nage).
Sejarah
aikido diciptakan oleh morihei ueshiba ( ueshiba morihei, 14 desember 1883-26 april 1969, sensei " guru besar" ). ueshiba menginginkan aikido tidak hanya sebagai perpaduan seni beladiri, tetapi juga ekspresi falsafah pribadi yang bersifat damai dan universal. seumur hidupnya sampai saat ini ueshiba', ia telah menyusun aikido dari koryu (old-style seni perang) menjadi seni beladiri yang menyebar dengan mendidik dan menciptakan seniman-seniman beladiri di seluruh.

BOLA BASKET

Basket dianggap sebagai olahraga unik karena diciptakan secara tidak sengaja oleh seorang pastor. Pada tahun 1891, Dr. James Naismith, seorang pastor asal Kanada yang mengajar di sebuah fakultas untuk para mahasiswa profesional di YMCA (sebuah wadah pemuda umat Kristen) di Springfield, Massachusetts, harus membuat suatu permainan di ruang tertutup untuk mengisi waktu para siswa pada masa liburan musim dingin di New England.Terinspirasi dari permainan yang pernah ia mainkan saat kecil di Ontario,Naismith menciptakan permainan yang sekarang dikenal sebagai bola basket pada 15 Desember 1891.
Menurut cerita, setelah menolak beberapa gagasan karena dianggap terlalu keras dan kurang cocok untuk dimainkan di gelanggang-gelanggang tertutup, dia lalu menulis beberapa peraturan dasar, menempelkan sebuah keranjang di dinding ruang gelanggang olahraga, dan meminta para siswanya untuk mulai memainkan permainan ciptaannya itu.
Pertandingan resmi bola basket yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 1892 di tempat kerja Dr. James Naismith. "Basket ball" (sebutan bagi olahraga ini dalam bahasa Inggris), adalah sebutan yang digagas oleh salah seorang muridnya. Olahraga ini pun menjadi segera terkenal di seantero Amerika Serikat. Penggemar fanatiknya ditempatkan di seluruh cabang YMCA di Amerika Serikat. Pertandingan demi pertandingan pun segera dilaksanakan di kota-kota di seluruh negara bagian Amerika Serikat.
Pada awalnya,setiap tim berjumlah sembilan orang dan tidak ada dribble,sehingga bola hanya dapat berpindah melalui pass (lemparan). Sejarah peraturan permainan basket diawali dari 13 aturan dasar yang ditulis sendiri oleh James Naismith. Aturan dasar tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Bola dapat dilemparkan ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan.
  2. Bola dapat dipukul ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan, tetapi tidak boleh dipukul menggunakan kepalan tangan (meninju).
  3. Pemain tidak diperbolehkan berlari sambil memegang bola. Pemain harus melemparkan bola tersebut dari titik tempat menerima bola, tetapi diperbolehkan apabila pemain tersebut berlari pada kecepatan biasa.
  4. Bola harus dipegang di dalam atau diantara telapak tangan. Lengan atau anggota tubuh lainnya tidak diperbolehkan memegang bola.
  5. Pemain tidak diperbolehkan menyeruduk, menahan, mendorong, memukul, atau menjegal pemain lawan dengan cara bagaimanapun. Pelanggaran pertama terhadap peraturan ini akan dihitung sebagai kesalahan, pelanggaran kedua akan diberi sanksi berupa pendiskualifikasian pemain pelanggar hingga keranjang timnya dimasuki oleh bola lawan, dan apabila pelanggaran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencederai lawan, maka pemain pelanggar akan dikenai hukuman tidak boleh ikut bermain sepanjang pertandingan. Pada masa ini, pergantian pemain tidak diperbolehkan.
  6. Sebuah kesalahan dibuat pemain apabila memukul bola dengan kepalan tangan (meninju), melakukan pelanggaran terhadap aturan 3 dan 4, serta melanggar hal-hal yang disebutkan pada aturan 5.
  7. Apabila salah satu pihak melakukan tiga kesalahan berturut-turut, maka kesalahan itu akan dihitung sebagai gol untuk lawannya (berturut-turut berarti tanpa adanya pelanggaran balik oleh lawan).
  8. Gol terjadi apabila bola yang dilemparkan atau dipukul dari lapangan masuk ke dalam keranjang, dalam hal ini pemain yang menjaga keranjang tidak menyentuh atau mengganggu gol tersebut. Apabila bola terhenti di pinggir keranjang atau pemain lawan menggerakkan keranjang, maka hal tersebut tidak akan dihitung sebagai sebuah gol.
  9. Apabila bola keluar lapangan pertandingan, bola akan dilemparkan kembali ke dalam dan dimainkan oleh pemain pertama yang menyentuhnya. Apabila terjadi perbedaan pendapat tentang kepemilikan bola, maka wasitlah yang akan melemparkannya ke dalam lapangan. Pelempar bola diberi waktu 5 detik untuk melemparkan bola dalam genggamannya. Apabila ia memegang lebih lama dari waktu tersebut, maka kepemilikan bola akan berpindah. Apabila salah satu pihak melakukan hal yang dapat menunda pertandingan, maka wasit dapat memberi mereka sebuah peringatan pelanggaran.
  10. Wasit berhak untuk memperhatikan permainan para pemain dan mencatat jumlah pelanggaran dan memberi tahu wasit pembantu apabila terjadi pelanggaran berturut-turut. Wasit memiliki hak penuh untuk mendiskualifikasi pemain yang melakukan pelanggaran sesuai dengan yang tercantum dalam aturan 5.
  11. Wasit pembantu memperhatikan bola dan mengambil keputusan apabila bola dianggap telah keluar lapangan, pergantian kepemilikan bola, serta menghitung waktu. Wasit pembantu berhak menentukan sah tidaknya suatu gol dan menghitung jumlah gol yang terjadi.
  12. Waktu pertandingan adalah 4 quarter masing-masing 10 menit
  13. Pihak yang berhasil memasukkan gol terbanyak akan dinyatakan sebagai pemenang.

Pada Agustus 1936, saat menghadiri Olimpiade Berlin 1936, ia dinamakan sebagai Presiden Kehormatan Federasi Bola Basket Internasional. Terlahir sebagai warga Kanada, ia menjadi warga negara Amerika Serikat pada 4 Mei 1925.
Naismith meninggal dunia 28 November 1939, kurang dari enam bulan setelah menikah untuk kedua kalinya.

Sabtu, 23 Oktober 2010

uu guru dan dosen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan
adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses,
peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan
yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan
pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c. bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan
kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan
nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi
yang bermartabat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-
Undang tentang Guru dan Dosen;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor
adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih
mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah
daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6. Satuan . . .
- 3 -
6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah
perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para
pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja
adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru
atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan
akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai
dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di
tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik
untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan
yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga
profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan
hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk
mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan
tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk
menyelenggarakan program pengadaan guru pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta
untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu
kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas
pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan . . .
- 4 -
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen
dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas
keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan
martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau
terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang
terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah
yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah
yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia
nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan
dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional
pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional
pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Pasal 4 . . .
- 5 -
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran,
pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta
pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan
untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan
khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai
berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan;
f. memperoleh . . .
- 6 -
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan
prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi
dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau
program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan . . .
- 7 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif,
transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki
kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada
satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan
sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh . . .
- 8 -
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan
tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan
kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan
ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau
sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang
terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru . . .
- 9 -
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah
memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan
subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 18 . . .
- 10 -
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang
disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh
dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan
untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin
terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak . . .
- 11 -
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial
ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,
dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan
ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara
Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan
kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di
daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara
Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan
pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi
kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau
kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi
calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan
dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu
pendidikan.
(2) Kurikulum . . .
- 12 -
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan
tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan
bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan
lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam
jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi
secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta
untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik
dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan
khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan
guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan
kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh
masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik
dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara
objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(2) Pengangkatan . . .
- 13 -
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau
pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan
pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun
antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan
pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik
antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan
maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah
atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
kewenangan.
(4) Pemindahan . . .
- 14 -
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang
meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan
pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan
dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan
untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2
(dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih
di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru
pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau
pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti
untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada
satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di
daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan
sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12
(dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya . . .
- 15 -
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan
sebagai guru karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1
(satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru,
kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai
pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan
diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan
dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
(3) Pembinaan . . .
- 16 -
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan
fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan
karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan
pengabdian guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih
peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap
muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam . . .
- 17 -
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus berhak memperoleh
penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah
khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat
desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat
kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional,
dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk
tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam,
dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka
memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun
kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari
pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari
besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai
penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh . . .
- 18 -
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan
perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan,
ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan
kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang
dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap
memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kesembilan . . .
- 19 -
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat
independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan
kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan
profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat
memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan
pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi guru;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan,
organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma
dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan
tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi
guru.
(2) Keanggotaan . . .
- 20 -
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran
dasar organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru
dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas
pelanggaran kode etik oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif,
dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi
profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi
dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi
lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat
bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang
keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau
program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar
biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan . . .
- 21 -
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan
prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan
pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada
perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten
ahli; dan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi
yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga
kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi
untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga
kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan
perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten
ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor
harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan
dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan
tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan
pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan
membimbing calon doktor.
(2) Profesor . . .
- 22 -
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan
karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk
mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental
lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan
mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi
profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap
perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti
proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki
jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil
penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan
pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan
jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan
tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan
tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh . . .
- 23 -
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan
kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan
prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan
otonomi keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan
menentukan kelulusan peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta
maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen
yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar
prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah
memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang
diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan . . .
- 24 -
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang
diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada
dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang
bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada
profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok
profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan . . .
- 25 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh
dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan
untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin
terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu
langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus,
berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen
berkewajiban:
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat;
b. merencanakan . . .
- 26 -
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta
menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik
dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,
dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan
ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara
Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan
kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di
daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara
Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon
dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan
pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan
pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi
calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat . . .
- 27 -
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan
pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan
pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang
diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan
pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan
perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara
pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 67 . . .
- 28 -
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan
sebagai dosen karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus
selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani
dan/atau rohani; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatan sebagai dosen karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1
(satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia
pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan
dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Bagian Kelima . . .
- 29 -
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan
dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan
melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan
karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk
meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72 . . .
- 30 -
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran,
membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan
tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada
masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya
sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit
semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan
kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus berhak memperoleh
penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah
khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau
satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan
pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi,
tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa,
kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau
bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan . . .
- 31 -
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka
memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun
kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi,
hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib
memberikan perlindungan terhadap dosen dalam
pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan,
ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen
sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan
otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang
dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap
risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam . . .
- 32 -
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat
perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang
dikategorikan terlarang oleh peraturan perundangundangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana
dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama
diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru . . .
- 33 -
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat,
yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi
oleh organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak
membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama
diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak
membela diri.
Pasal 79 . . .
Pasal 79
- 34 -
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat
(4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan
pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan
pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik
memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan
memperoleh maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah
memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik
memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan
memperoleh maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah
memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan . . .
- 35 -
(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru
dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-
Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi
pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan
terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan
sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-
Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan
sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak
berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk
melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambatlambatnya
18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-
Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 36 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ABDUL WAHID
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan
nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan.
Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang;
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya
20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5)
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki
visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
- 2 -
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa
yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang
semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia
tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan
kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan
dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip
profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara
dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan
Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. mengangkat martabat guru dan dosen;
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen;
4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen;
5. meningkatkan mutu pembelajaran;
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah
dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga
profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya
sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional
berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
kedudukan . . .
- 3 -
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai
tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen,
kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat
pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya,
guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi
dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan
kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan
pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas
diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi
akademik dan kompetensi;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga
profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan,
penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai
dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun
kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan
untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
Selain . . .
- 4 -
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan
pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan
profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan
terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan
meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam
pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran
pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen
sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan
kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang
pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian,
ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan
guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang
tentang Guru dan Dosen.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
II. PASAL DEMI PASAL . . .
- 5 -
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa
pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang
mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat
pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan
jenjang pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning
agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi
peserta didik.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi
kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental
tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10 . . .
- 6 -
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan
efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan
hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara
wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan,
rekreasi, maupun jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
- 7 -
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g . . .
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan
yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa
kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah
tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang
ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang
diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai
penghargaan atas profesionalitasnya.
- 8 -
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan
yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan
hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah
khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan
kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari
anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran
pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal
49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari
anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran
- 9 -
pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal
49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 18
Ayat (1)
Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari
anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran
pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal
49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh
pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan
keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah
memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan
dalam satuan pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
- 10 -
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 34 . . .
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi
kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat
- 12 -
melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental
tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48 . . .
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja
penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada
satuan pendidikan tinggi tertentu.
Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang
bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik
tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
- 13 -
Pasal 51
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan
hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara
wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan,
rekreasi, maupun jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f . . .
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan
yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa
kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah
tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang
ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
- 14 -
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang
diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai
penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan
yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan
hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah
khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan
kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 52 ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
- 15 -
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu
yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau
mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.
Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi
anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang
mendalami ilmu langka tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
- 16 -
Pasal 66 . . .
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
- 17 -
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81 . . .
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4586
- i -